Industri konstruksi berada di bawah tekanan yang semakin besar untuk meningkatkan efisiensi, menerapkan praktik-yang lebih berkelanjutan dan mengurangi limbah. Saat ini, diperkirakan menghasilkan sekitar sepertiga dari total sampah dunia dan tetap, menurut McKinsey & Company, salah satu dari industri yang paling tidak terdigitalisasiyang mengakibatkan pertumbuhan produktivitas lebih lambat, biaya lebih tinggi, dan tidak efisien. Dan, meskipun sudah ada pengakuan terhadap transformasi digital, adopsi aktualnya masih lambat – tidak terkecuali karena ekosistem industri yang kompleks dan pendekatan hati-hati terhadap perubahan.
Tetapi, tantangan ini tidak hanya terjadi di sektor konstruksi. Memang, dalam beberapa tahun terakhir, industri seperti life science, serta makanan dan minuman telah mengatasi hambatan serupa dan membuat langkah signifikan dalam meningkatkan traceability, mengurangi limbah, dan bekerja menuju ekonomi sirkular. Kunci untuk membuka efisiensi ini? Barcode 2D
Rob Ellinor, Manajer Program (Bisnis Strategis), Domino Printing Sciences, mengeksplorasi bagaimana industri konstruksi dapat belajar dari pengalaman organisasi di sektor lain, dan menguraikan bagaimana code 2D berstandar GS1 dapat membantu mengurangi limbah, meningkatkan sustainability dan sirkularitas - serta menjadi fondasi bagi masa depan yang terdigitalisasi.
Keuntungan Kecil, Dampak Besar
Industri konstruksi global adalah salah satu sektor terbesar di dunia, diperkirakan bernilai sekitar $13 triliun per tahun. Sektor ini berkontribusi secara signifikan terhadap ekonomi global, dengan persentase yang cukup besar terhadap PDB dunia, mulai dari 10% hingga 13%. Tetapi, ini juga merupakan salah satu kontributor limbah terbesar di dunia, menghasilkan sekitar sepertiga dari keseluruhan limbah dan sekitar 40% dari emisi karbon dioksida global - dibandingkan dengan 2-3% yang disebabkan oleh penerbangan.
Karenanya, tidak mengejutkan bahwa sektor ini semakin dituntut untuk mengurangi limbah. Petunjuk Kerangka Kerja Limbah Uni Eropa mewajibkan pembentukan jaringan terintegrasi fasilitas pengelolaan dan pemulihan limbah, agar negara anggota dapat mengatur pengiriman limbah guna melindungi jaringan dan lingkungannya. Di Amerika Serikat, Resource Conservation and Recovery Act (RCRA) menetapkan aturan pengelolaan limbah, termasuk puing-puing konstruksi dan pembongkaran, dengan melibatkan United States Environmental Protection Agency untuk material berbahaya - sementara Selandia Baru baru saja memperkenalkan kewajiban yang lebih tinggi di bawah Building (Building Products and Methods, Modular Components, and Other Matters) Undang-Undang Perubahan Tahun 2021. Di tingkat yang lebih global, Tujuan Pembangunan Berkelanjutan PBB mencakup target yang terkait dengan konsumsi dan produksi yang berkelanjutan, yang dapat mempengaruhi peraturan nasional tentang pengelolaan sampah.
Skala upaya pengurangan limbah baru-baru ini diungkapkan oleh Dan O’Gorman, Konsultan Pelibatan – Konstruksi, GS1 Irlandia, pada Forum Global GS1 pada Februari 2025, di mana ia menyoroti dampak besar yang dapat ditimbulkan oleh perubahan persentase yang kecil sekalipun: "Dalam industri yang saat ini bernilai €12 triliun, bahkan peningkatan produktivitas sebesar 1% saja dapat menghemat sebesar €120 miliar, atau setara dengan 480.000 rumah baru."
Dengan kata lain, penghematan sebesar itu dapat mendanai 6.000-8.000 sekolah di negara-negara berkembang; menyediakan tempat tinggal dasar bagi 100+ juta orang untuk mengatasi krisis perumahan yang mendesak; atau mengimbangi biaya peralihan ke bahan berkelanjutan untuk memenuhi target bangunan ramah lingkungan Uni Eropa.
Tetapi, hambatan tetap ada. Selain kesadaran dan hambatan budaya organisasi, tantangan yang sering disebutkan adalah infrastruktur yang tidak memadai, kurangnya standardisasi (baik data maupun proses), serta kompleksitas dan fragmentasi di dalam industri.
Di sinilah code 2D berstandar GS1 dapat menjadi dan telah terbukti menjadi transformasional. Baik industri life science global maupun industri makanan dan minuman, dalam beberapa tahun terakhir, telah menuai manfaat dari penggunaan code 2D, termasuk peningkatan traceability di seluruh supply chain yang kompleks, manajemen data dan inventaris yang lebih baik, peningkatan kepatuhan terhadap peraturan, penarikan yang lebih cepat dan lebih akurat, serta pengurangan limbah.
Jadi, bagaimana industri konstruksi global dapat memperoleh manfaat dengan menerapkan code 2D pada material bangunan?
- 1. Pengelolaan limbah melalui traceability
Dengan proses manual yang ada saat ini, industri ini tidak memiliki gambaran yang jelas mengenai akar penyebab limbah, dengan perkiraan 61-62% material tidak terlacak, menurut Defra. World Green Building Council juga menyoroti bahwa "13% material yang dikirim ke lokasi konstruksi akhirnya dikirim langsung ke TPA tanpa digunakan".
Penggunaan code 2D pada material bangunan dan produk memudahkan penggantian proses manual, memberikan visibilitas yang lebih baik terhadap produk saat bergerak melalui supply chain, dan memungkinkan organisasi terdesentralisasi untuk mengidentifikasi ketidakefisienan, mengurangi penggunaan berlebihan material, serta pemesanan berlebihan atau berulang, serta memfasilitasi pengembalian yang efisien. Mengurangi limbah material dengan cara ini juga menurunkan ekstraksi sumber daya dan konsumsi energi, yang secara langsung mendukung tujuan sustainability sekaligus mendorong peningkatan produktivitas.
- 2. Mendorong perekonomian sirkular
Lanskap data yang terfragmentasi meningkatkan biaya dan membatasi efektivitas upaya daur ulang. Code 2D berstandar GS1 dapat membantu memastikan material diidentifikasi dan dilacak dengan tepat sepanjang siklus hidupnya, sehingga mendukung kepatuhan terhadap peraturan sustainability dan prinsip-prinsip ekonomi sirkular.
Visibilitas yang lebih baik terhadap penggunaan material juga memungkinkan pemulihan sumber daya yang lebih baik, mengurangi dampak lingkungan organisasi sekaligus meningkatkan efisiensi operasional. Selain itu, digitalisasi selaras dengan inisiatif regulasi seperti Digital Product Passport (DPP) dan Ecodesign for Sustainable Products Regulation (EUSPR) dari Uni Eropa, yang memungkinkan perusahaan untuk memenuhi persyaratan kepatuhan melalui daur ulang yang efektif dan memajukan tujuan sustainability mereka.
Penelitian akademis independen telah memvalidasi efisiensi dan kegunaan kode QR sebagai pembawa data untuk supply chain konstruksi sirkular dibandingkan solusi penandaan produk langsung lainnya seperti kode numerik statis yang semakin memperkuat penerapan teknologi ini untuk perubahan jangka panjang dan sustainable.
- 3. “Mulailah dengan memikirkan tujuan akhir”
Pada GS1 Global Forum awal tahun ini, Dan O'Gorman menekankan manfaat digitalisasi sekarang yang dapat membawa manfaat di masa mendatang, di mana standar GS1 dapat memfasilitasi konsistensi dan aksesibilitas data material di seluruh supply chain, jauh melampaui traceability dan berbagi informasi selama fase konstruksi.
Code 2D yang mendukung standar GS1 menawarkan potensi yang signifikan untuk menyematkan seluruh model informasi baru, dengan kembaran digital langsung dari proyek konstruksi yang dapat bertindak sebagai cetak biru dekonstruksi, mendukung target industri untuk siklus hidup yang sepenuhnya berkelanjutan - mulai dari konstruksi hingga pembongkaran - yang memungkinkan penggunaan ulang material secara efisien dan menjadi dasar bagi industri konstruksi yang dirancang dengan sirkularitas dan efisiensi sumber daya jangka panjang.
Kesimpulan
Karena industri konstruksi global berada di bawah tekanan peraturan yang semakin meningkat untuk mengurangi limbah dan meningkatkan efisiensi dan sustainability, code 2D berstandar GS1 menawarkan mekanisme yang ampuh untuk mengatasi fragmentasi data dan proses dalam ekosistem yang besar dan sangat kompleks.
Selain itu, organisasi di sektor ini dapat mengambil pelajaran dari industri lain dan mitra teknologi yang mendukung proses adopsi dan integrasi mereka: perusahaan yang berinvestasi dalam code 2D memperoleh manfaat yang melampaui pengurangan limbah dan traceability, termasuk peningkatan efisiensi operasional, peningkatan keuntungan, dan peningkatan sentimen pemangku kepentingan.
Dengan teknologi yang telah terbukti dalam praktiknya dan manfaat yang dapat dihasilkan dari peningkatan persentase yang kecil sekalipun, sekaranglah saatnya untuk mulai membangun industri konstruksi masa depan.